MAKALAH
LEGENDA SANGKURIANG
Diajukan untuk Memenuhi salah satu Syarat Tugas
Mata Pelajaran Bahasa Indonesia

Disusun oleh:
Nama : Reni Nuraeni
Kelas : VIII. H
KEMENTERIAN AGAMA RI
MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI PANDEGLANG II PANDEGLANG
2012
Kata Pengantar
Puji sukur penulis panjatkan kepada Allah SWT
atas limpahan taufik dan hidayahnya dan memberi kenikmatan yang tiada henti,
baik nikmat jasmani dan nikmat rohani, sehingga penulis dapat menyusun makalah
ini yang insyaalah sesuai dengan yang diharapkan.
Dalam penuliasan makalah ini, penulis
mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu,
guru-guru dan teman-teman yang sudah memberi dukungan dan motivasi kepada
penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini.
Penyusunan
makalah ini tentunya masih banyak kekurangan dan kesalahan baik dalam pemahaman
atau penulisan, sangat besar harapan penulis ada saran atau kritik
dari guru-guru di sekolah Mts. Negeri Pandeglang II, teman-teman dan pembaca yang bersifat
membangun demi perbaikan penulisan makalah yang selanjutnya. Semoga makalah ini
bermanfa’at bagi pembaca, terutama bagi penulis, Amin.
Menes,
Februari 2012
Penulis
|
|
Daftar Isi
Kata Pengantar …………………………………………………………..…...
Daftar Isi……………………………………………………………………....
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah ………………………………………......
B.
Rumusan
Masalah………………………………………………….
C.
Tujuan
Penulisan Makalah ………………………………………..
D.
Manfaat
Penulisan Makalah……………………………………….
BAB II PEMBAHASAN
A.
Latar
Belakang Tentang Materi……………………………............
B.
Isi
Materi…………………………………………………………...
1. Pengertian
Hermeneutik………………………………………...
2. Asal Usul
Cerita Legenda Sangkuriang…………………………
3. Makna
Legenda Gunung Tangkuban Parahu Dengan Segala Aspek Yang Dikandungnya……………………………………...
C.
Manfaat
Materi…………………………………………………….
D.
Makna
Bagi Siswa Tentang Materi………………………………..
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan………………………………………………………...
B.
Saran……………………………………………………………….
Daftar Pustaka………………………………………………………………...
|
i
ii
1
2
2
2
3
3
3
4
8
13
14
15
15
16
|
|
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Mitos
sebagai acuan pandangan hidup. Berbincang
tentang mitos akan berkaitan erat dengan legenda, cerita, dongeng semuanya
termasuk kelompok folklore. Mengenai mitos C.A.van Peursen
mengatakan sebagai sebuah cerita (lisan) yang memberikan pedoman
dan arah tertentu kepada sekelompok orang. Inti dari mitos adalah
lambang-lambang yang menginformasikan pengalaman manusia purba tentang
kebaikan-kejahatan, perkawinan dan kesuburan, dosa dan proses
katarsisnya. Sedangkan Rene Wellek & Austin Warren menyebutnya sebagai cerita anonim mengenai
penjelasan tentang asal mula sesuatu, nasib manusia, tingkah laku dan tujuan
hidup manusia serta menjadi alat pendidikan moral bagi masyarakat pendukung
kebudayaan tersebut.
Mengacu kepada pendapat di atas,
ternyata mitos yang dikandung dalam legenda adalah sumber
pengetahuan mengenai kehidupan manusia pada masa lampau dalam segala aspeknya.
Disusun dalam bentuk cerita sastra (sastra lisan) sebagai alat transformasinya;
sebab bentuk cerita lisan mempunyai pola struktur dan alur yang cukup
ajeg. dalam menuntun ingatan orang sehingga mudah untuk seseorang menuturkannya
kembali.
Kegiatan manusia tidak terlepas
dari kemampuan untuk menafsirkan terhadap apa pun yang dialaminya.
Hasilnya adalah didapatkannya arti dan makna dari yang ditafsirkannya. Arti
adalah hubungan antara sesuatu dengan yang melingkunginya, hubungan teks dengan
konteks). Adapun makna adalah hubungan arti dengan nilai esensial yang
dikandungnya.
|
|
Dalam tulisan ini pun penulis
menggunakan konsep hermeneutika (panca curiga) untuk mencoba menarik arti
dan makna yang dikandung dalam legenda Gunung Tangkubanparahu dengan segala
aspek yang dikandungnya. Kaidah lain
untuk melakukan analisis, penulis memanfaatkan leksikografi
(cara menuliskan kata); etimologi (tentang asal-usul kata), semantik
(tentang arti kata) dan semiotika ( tentang arti dan makna lambang).
B. Rumusan
Masalah
1. Apakah yang
dimaksud dengan hermeneutika ?
2. Bagaimanakah
asal usul serita legenda sangkuriang ?
3.
Bagaimanakah makna legenda gunung tangkuban
parahu dengan segala aspek yang dikandungnya ?
C.
Tujuan Penulisan Makalah
1. Ingin
mengetahui pengertian hermeneutika ?
2. Ingin
mengetahui asal usul cerita legenda sangkuriang ?
3.
Ingin
mengetahui makna
legenda gunung tangkuban parahu dengan segala aspek yang dikandungnya ?
D. Manfaat Penulisan Makalah
Dalam penulisan makalah ini diharapkan
manfaat yang diperoleh adalah:
1.
Bagi penulis, bisa menambah wawasan ilmu pengetahuan, khususunya pengetahuan
tentang legenda sangkuriang.
2.
Bagi pembaca, memperoleh pengalaman dan pengetahuan tentang cerita legenda
sangkuriang.
3.
Bagi guru, menembah wawasan pengetahuan dalam pengajaran bahasa Indonesia terutama
tentang cerita legenda sangkuriang.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Latar Belakang Tentang Materi
Dalam penulisan
makalah ini akan dibahas tentang bagaimana asal usulnya cerita legenda
sangkuriang dan bagaimana makna
legenda gunung tangkuban parahu dengan segala aspek yang dikandungnya. Pada
dasarnya sebuah cerita-cerita seperti
legenda adalah cerita yang berkaitan dengan hal-hal bersifat mitos, akan tetapi
pada jaman sekarang kebanyakan orang tidak peduli terhadap cerita yang bersifat
mitos, mungkin hanya sebagian dari sekian bnyak orang yang masih percaya akan
hal tersebut.
Kalau dikaji lebih
dalam, pada dasarnya sebuah cerita akan mengajarkan kita arti kehidupan dan
kita bisa mengambil pesan moral yang ada dalam sebuah cerita tersebut. Jadi,
sebenarnya tidak usah mempedulikan cerita tersebut bersifat mitos atau tidak,
yang penting kita bisa tahu apa makna dan pesan yang terkandung dalam sebuah
cerita tersebut atau dalam legenda sangkuriang. Untuk lebih jelasnya penulis
akan menguraikan beberapa hal yang berkaitan denga legenda sangkuriang.
B. Isi Materi
1. Pengertian Hermeneutik
Seperti
ditulis pada awal wacana, hermeunetika adalah ilmu menafsirkan tentang sesuatu
agar mempunyai arti dan makna, sehingga dapat dipetik manfaatnya. Karena
itu sangat bersifat subyektif dan inklusif, tetap terbuka bagi
siapa pun untuk memasukkan tafsirannya secara pribadi. Boleh-boleh saja dan itu
akan besar manfaatnya dalam membentuk masyarakat bermartabat yang madani
mardotillah. Mungkin perlu ada kesepakatan bersama yaitu mengenai visi akhir
yang ingin dicapai dari pemaknaan heumanetika tersebut, yaitu kesadaran untuk
menampakkan kandungan moral atau ahklak kemanusiaannya. Humisnis yang religius.
Itulah dasar kesepakatan para penafisr nilai moral budaya bangsa yang
terkandung dalam folkolor atau folkway.
2.
Asal Usul
Cerita Legenda Sangkuriang
Sangkuriang adalah legenda yang berasal dari tataran Sunda. Legenda
tersebut berkisah tentang terciptanya danau Bandung, gunung Tangkuban Perahu, gunung Burangrang, dan gunung Bukit Tunggul.
Dari legenda
tersebut, kita dapat menentukan sudah berapa lama orang Sunda hidup di dataran
tinggi Bandung. Dari legenda tersebut yang didukung dengan fakta geologi,
diperkirakan bahwa orang Sunda telah hidup di dataran ini sejak beribu tahun
sebelum Masehi.
Legenda
Sangkuriang awalnya merupakan tradisi lisan. Rujukan tertulis mengenai legenda
ini ada pada naskah Bujangga
Manik yang ditulis pada daun palem yang berasal dari akhir
abad ke-15 atau awal abad ke-16 Masehi. Dalam naskah tersebut
ditulis bahwa Pangeran Jaya Pakuan alias Pangeran Bujangga Manik atau Ameng
Layaran mengunjungi tempat-tempat suci agama Hindu di pulau Jawa dan pulau Bali pada akhir
abad ke-15.
Setelah
melakukan perjalanan panjang, Bujangga Manik tiba di tempat yang sekarang
menjadi kota Bandung. Dia menjadi
saksi mata yang pertama kali menuliskan nama tempa legendanya.
Laporannya adalah sebagai berikut:
Leumpang aing ka baratkeun (Aku berjalan ke arah barat)
Datang ka Bukit Patenggeng (kemudian datang ke gunung
Patenggeng)
Sakakala Sang Kuriang (tempat legenda Sang Kuriang)
Masa dek nyitu Ci tarum (Waktu akan membendung Citarum)
Burung tembey kasiangan (tapi gagal karena kesiangan).
a. Ringkasan
Cerita
Diceritakan
bahwa Raja Sungging Perbangkara pergi berburu. Di tengah hutan Sang Raja
membuang air seni yang tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Seekor babi
hutan betina bernama Wayung yang tengah bertapa ingin menjadi manusia meminum
air seni tadi. Wayungyang hamil dan melahirkan seorang bayi cantik. Bayi cantik
itu dibawa ke keraton oleh ayahnya dan diberi nama Dayang Sumbi alias Rarasati.
Banyak para raja yang meminangnya, tetapi seorang pun tidak ada yang diterima.
Akhirnya para
raja saling berperang di antara sesamanya. Dayang Sumbi pun atas permitaannya
sendiri mengasingkan diri di sebuah bukit ditemani seekor anjing jantan yaitu
Si Tumang. Ketika sedang asyik bertenun, toropong (torak) yang tengah digunakan
bertenun kain terjatuh ke bawah. Dayang Sumbi karena merasa malas, terlontar
ucapan tanpa dipikir dulu, dia berjanji siapa pun yang mengambilkan torak yang
terjatuh bila berjenis kelamin laki-laki, akan dijadikan suaminya. Si Tumang
mengambilkan torak dan diberikan kepada Dayang Sumbi. Dayang Sumbi akhirnya
melahirkan bayi laki-laki diberi nama Sangkuriang.
Ketika Sangkuriang berburu di dalam
hutan disuruhnya si Tumang untuk mengejar babi betina Wayungyang. Karena si
Tumang tidak menurut, lalu dibunuhnya. Hati si Tumang oleh Sangkuriang
diberikan kepada Dayang Sumbi, lalu dimasak dan dimakannya. Setelah Dayang
Sumbi mengetahui bahwa yang dimakannya adalah hati si Tumang, kemarahannya pun
memuncak serta merta kepala Sangkuriang dipukul dengan senduk yang terbuat dari
tempurung kelapa sehingga luka.
Sangkuriang pergi mengembara
mengelilingi dunia. Setelah sekian lama berjalan ke arah timur akhirnya
sampailah di arah barat lagi dan tanpa sadar telah tiba kembali di tempat
Dayang Sumbi, tempat ibunya berada. Sangkuriang tidak mengenal bahwa putri
cantik yang ditemukannya adalah Dayang Sumbi - ibunya. Terminological kisah
kasih di antara kedua insan itu. Tanpa sengaja Dayang Sumbi mengetahui bahwa
Sangkuriang adalah puteranya, dengan tanda luka di kepalanya. Walau demikian
Sangkuriang tetap memaksa untuk menikahinya. Dayang Sumbi meminta agar
Sangkuriang membuatkan perahu dan telaga (danau) dalam waktu semalam dengan
membendung sungai
Citarum. Sangkuriang menyanggupinya.
Maka dibuatlah perahu dari sebuah
pohon yang tumbuh di arah timur, tunggul atau pokok pohon itu berubah menjadi
gunung ukit Tanggul. Rantingnya ditumpukkan di sebelah barat dan menjadi gunung
Burangrang. Dengan bantuan para guriang, bendungan pun hampir selesai
dikerjakan. Tetapi Dayang Sumbi bermohon kepada Sang Hyang Tunggal agar maksud
Sangkuriang tidak terwujud. Dayang Sumbi menebarkan irisan boeh rarang (kain
putih hasil tenunannya), ketika itu pula fajar pun merekah di ufuk timur.
Sangkuriang menjadi gusar, dipuncak kemarahannya, bendungan yang berada di Sanghyang Tikoro dijebolnya,
sumbat aliran sungai Citarum dilemparkannya ke arah timur dan menjelma menjadi Gunung Manglayang. Air Talaga
Bandung pun menjadi surut kembali. Perahu yang dikerjakan dengan bersusah payah
ditendangnya ke arah utara dan berubah wujud menjadi gunung Tangkuban Perahu.
Sangkuriang
terus mengejar Dayang Sumbi yang mendadak menghilang di gunung Putri dan berubah
menjadi setangkai bunga jaksi. Adapun Sangkuriang setelah sampai di sebuah tempat
yang disebut dengan Ujung Berung akhirnya
menghilang ke alam gaib (ngahiyang).
b. Kesesuaian
Dengan Fakta Geologi
Legenda
Sangkuriang sesuai dengan fakta geologi terciptanya danau Bandung dan gunung Tangkuban Perahu. Penelitian geologis mutakhir menunjukkan bahwa sisa-sisa
danau purba sudah berumur 125 ribu tahun. Danau tersebut mengering 16.000 tahun
yang lalu.
Telah terjadi
dua letusan gunung Sunda purba dengan
tipe letusan Plinian masing-masing 105.000 dan 55.000-50.000 tahun yang lalu.
Letusan plinian kedua telah meruntuhkan kaldera gunung Sunda purba sehingga menciptakan gunung Tangkuban
Perahu, gunung Burangrang (disebut juga gunung Sunda),
dan gunung bukit Tunggul.
Sangat mungkin
bahwa orang Sunda purba
telah menempati dataran tinggi Bandung dan menyaksikan letusan Plinian kedua
yang menyapu pemukiman sebelah barat citarum (utara dan
barat laut Bandung) selama periode letusan pada 55.000-50.000 tahun yang lalu
saat gunung Tangkuban
Perahu tercipta
dari sisa-sisa gunung Sunda Purba. Masa ini
adalah masanya homo
sapiens, mereka telah
teridentifikasi hidup di Australia selatan pada
62.000 tahun yang lalu, semasa dengan Manusia Jawa (Wajak) sekitar 50.000 tahun
yang lalu.
c. Sangkuriang dan
Falsafah Sunda
Menurut Hidayat Suryalaga, legenda atau
sasakala Sangkuriang dimaksudkan sebagai cahaya pencerahan (Sungging Perbangkara)
bagi siapa pun manusianya (tumbuhan cariang) yang masih bimbang akan keberadaan
dirinya dan berkeinginan menemukan jatidiri kemanusiannya (Wayungyang). Hasil
yang diperoleh dari pencariannya ini akan melahirkan kata hati (nurani) sebagai
kebenaran sejati (Dayang Sumbi, Rarasati). Tetapi bila tidak disertai dengan kehati-hatian
dan kesadaran penuh atau eling (teropong), maka dirinya akan dikuasai dan
digagahi oleh rasa kebimbangan yang terus menerus (digagahi si Tumang) yang
akan melahirkan ego-ego yang egoistis, yaitu jiwa yang belum tercerahkan
(Sangkuriang). Ketika sang nurani termakan lagi oleh kewaswasan (Dayang Sumbi
memakan hati si Tumang) maka hilanglah kesadaran yang hakiki. Rasa menyesal
yang dialami sang nurani
dilampiaskan dengan dipukulnya kesombongan rasio sang ego (kepala
Sangkuriang dipukul). Kesombongannya pula yang memengaruhi “sang ego rasio”
untuk menjauhi dan meninggalkan sang nurani. Ternyata
keangkuhan sang ego rasio yang berlelah-lelah mencari ilmu (kecerdasan
intelektual) selama pengembaraannya di dunia (menuju ke arah Timur). Pada
akhirnya kembali ke barat yang secara sadar maupun tidak sadar selalu dicari
dan dirindukannya yaitu sang nurani (pertemuan Sangkuriang dengan Dayang Sumbi).
|
Betapa
mengenaskan, bila ternyata harapan untuk bersatunya sang ego rasio dengan sang
nurani yang tercerahkan hampir terjadi perkawinan Sangkuriang dengan Dayang
Sumbi, gagal karena keburu hadir sang titik akhir, akhir hayat dikandung badan
(boeh rarang atau kain kafan). Akhirnya suratan takdir yang menimpa sang ego
rasio hanyalah rasa menyesal yang teramat sangat dan marah kepada dirinya. Maka
ditendangnya keegoisan rasio dirinya, jadilah seonggok manusia transendental
tertelungkup meratapi kemalangan yang menimpa dirinya (gunung Tangkuban Perahu).
Walau demikian
lantaran sang ego rasio masih merasa penasaran, dikejarnya terus sang nurani yang
tercerahkan dambaan dirinya (Dayang Sumbi) dengan harapan dapat luluh bersatu
antara sang ego rasio dengan Sang Nurani. Tetapi ternyata sang nurani yang
tercerahkan hanya menampakkan diri menjadi saksi atas perilaku yang pernah
terjadi dan dialami sang ego rasio (bunga Jaksi).
Akhir kisah
yaitu ketika datangnya kesadaran berakhirnya kepongahan rasionya (Ujung berung). Dengan
kesadarannya pula, dicabut dan dilemparkannya sumbat dominasi keangkuhan rasio
(gunung Manglayang). Maka kini terbukalah saluran proses berkomunikasi yang
santun dengan siapa pun (Sanghyang Tikoro atau tenggorokan; bahasa Sunda:
Hade ku omong goreng ku omong) dan dengan cermat dijaga benar makanan yang
masuk ke dalam mulutnya agar selalu yang halal bersih dan bermanfaat.
3.
Makna Legenda Gunung Tangkuban Parahu Dengan Segala
Aspek Yang Dikandungnya
Seperti pada awal tulisan, bahwa
legenda bukanlah kisah historis (a-historis), tetapi berupa mitos yang menjadi
acuan hidup masyarakat pendukung kebudayaannya. Demikian pula yang terjadi pada
legenda Gunung Tangkuban parahu. Di bawah ini saya susun kembali nama dan
tempat serta aspek lainnya yang terdapat dalam legenda tersebut. sebagai kata
kunci heurmanetika, yaitu:
a. Sungging Perbangkara,
b. cariang
c. babi hutan Si Wayungyang,
d. Dayang Sumbi atau Rarasat
|
f. Sangkuriang,
g. taropong (torak),
h. Wetan (Timur)
i. Kulon (Barat)
j. Citarum,
k. Sanghyang Tikoro,
l. Guriang
m. Gunung Putri,
n. Gunung Manglayang,
o. Ujungberung,
p. kembang Jaksi,
q. boeh rarang,
r. Gunung Bukit Tungggul,
s. Gunung Burangrang
t. Gunung Tangkuban Parahu, dan
u. Talaga Bandung.
Telah disinggung di atas, bahwa
banyak penulis yang memberi arti dan makna terhadap legenda ini. Pada
kesempatan sekarang penulis mencoba untuk membuat penafsiran arti
dan makna menurut konsep nilai-nilai intrinsik pandangan
hidup “urang Sunda” yang terkandung dalam alur cerita dan arti-makna dari
setiap kata-kata kunci. Di bawah ini disertakan deskripsi mengenai segala
sesuatu yang berhubungan dengan legenda gunung Tangkuban perahu.
a. Sungging Perbangkara.
Artinya : Sungging =
ukiran, ornamen. Perbangkara (Prabhangkara) = Prabha =
cahaya. > ‘ng > sang = penanda hormat,
honorifik. > kara = matahari. Maknanya “ Penanda dari kebaikan/
kebenaran sebagai cahaya pencerahan bagi yang menyimaknya”.
b.
Cariang.
Artinya:
pohon keladi hutan (taleus leuweung) yang tumbuh subur dan bergetah
sangat gatal. Maknanya: Manusia-manusia yang hidup di tengah hutan
kehidupan dengan bermacam dorongan nafsunya.
c. Babi Hutan Wayungyang.
Artinya:
Wayungyang > w(b)ayeungyang = perasaan yang tidak tenteram,
gundah gula. Maknanya: Seseorang yang masih berada dalam sifat
kehewanan tetapi telah mulai bimbang dan menginginkan menjadi seorang manusia
seutuhnya (berperi-kemanusiaan).
d. Dayang Sumbi (Danghyang) atau
Rarasati
Artinya
: > Dang = penanda hormat, honorific. Yang < Hyang
= gaib. > Sumbi = 1) tendok = alat untuk menusuk
hidung kerbau agar menurut. 2) Bagian ujung terdepan dari perahu sebagai
penunjuk arah dalam berlayar agar tidak rersesat. Maknanya: Fitrah manusia yang
bersifat gaibiah yang memberi petunjuk dan kendali dalam menentukan
arah kehidupan. Bisa dimaknai pula sebagai kata hati, nurani
yang mendapat pencerahan hidayah Allah Swt. Rarasati nama lain dari
Dayang Sumbi. Artinya : 1) > Raras = perasaan yang sangat halus. >
ati = hati, qalbu. Maknanya: Raras Ati = Hati atau qalbu yang
penuh dengan kehalusan budi karena mendapat pancaran sinar Ilahi. 2) Rara =
gadis > sati (santa) = suci, pengorbanan, tenang. Maknanya: Rara
Sati = Kesucian yang tenang penuh pengorbanan.
e. Si Tumang.
Artinya:
> tumang = 1) Peti yang tertutup (b. Kawi), 2) mangmang
= sumpah (b.Kawi) tu-mang-mang = orang yang terkena
sumpah karena waswas. Maknanya: karakter seseorang yang selalu asal bersumpah,
waswas, akhirnya termakan sumpahnya sendiri, hatinya seperti peti yang tertutup
rapat tidak mendapat pencerahan.
f. Sangkuriang.
Artinya:
> 1) Sang = penanda hormat, honorifik. > Kuriang < kuring
= saya, ego. 2) Sang = penanda hormat, honorific. > Kuriang <
guru + hyang = ego yang gaib. Maknanya: Sangkuriang
= Jiwa (ego) non material yang menjadi dasar tumbuhnya kesadaran
mental manusia yang selalu mendapat cobaan dan ujian kualitas dirinya.
|
Artinya
: 1) Alat bertenun dari sepotong bambu kecil (tamiang) tempat benang pakan
(torak); 2) Alat untuk melihat sesuatu agar lebih jelas (teropong).
Maknanya: Kegiatan (semangat) manusia dalam menata perilaku kehidupan agar
terusun tertib sesuai dengan kualitas dirinya serta mampu melihat dengan jelas
alur (visi) kehidupannya.
h. Wetan
Artinya : timur, tempat matahari
terbit; wetan > wiwitan = asal mula, harapan. Maknanya : Menuju ke wetan
(timur) , mencari yang diharapkan yang dicarinya sejak awal mula keberadaan
manusia.
i. Kulon
Artinya : Barat, tempat matahari
tenggelam. Maknanya : Sampai di arah barat = sampai di batas
waktu, waktu terakhir, akhir kehidupan
j. Citarum
Artinya:
> Ci < cai = air. > Tarum = sejenis tumbuhan, daunnya
untuk memberi warna indigo tua (hampir hitam) pada kain atau benang tenun.
Maknanya: Kehidupan adalah seperti air mengalir dalam perjalanannya akan
mengalami beragam celupan kehidupan, kebahagiaan, keprihatinan dan juga
hal-hal negatif lainnya sebagai ujian keteguhan hatinya.
k. Sanghyang Tikoro
Artinya:
> Sang = penanda hormat, honorifik. > Hyang = gaib. >Tikoro
= saluran di leher untuk bernafas dan berbicara (tenggorokan) atau
saluran di leher untuk makan (kerongkongan). Maknanya: Kemampuan manusia dalam
berbicara tentang apa pun yang baik atau pun yang jelek serta sering
dilalui makanan entah yang halal atau yang haram.
l. Guriang
Artinya
> Guru = Yang memberi petunjuk, ilmu; > hyang =
gaib. Maknanya : Guriang = orang yang mengajari ilmu
pengetahuan, fasilitator.
|
Artinya > Putri = gadis, wanita
cantik jelita, bangsawan. Maknanya: Karakter manusia yang dihiasi nilai
keindahan dan cinta kasih. Dimaknai sebagai sifat kewanitaan (feminim,
jamalliyah, cinta kasih yang rohimmi) yang penuh rasa kasih sayang.
n. Gunung Manglayang
Artinya: > Manglayang = 1)
ngalayang, melayang. 2) Mang-layang > palayangan =
Saluran untuk pembuangan air kolam/talaga. Maknanya : Kemampuan manusia untuk
menguras dan membersihkan dirinya dari karakter yang kotor.
o. Kembang Jaksi
Artinya: 1) Jaksi > bisa dimaknai jadi
+ saksi . Maknanya: 1) Segala sesuatu yang dikerjakan seseorang
akhirnya akan menjadi saksi pula bagi dirinya. 2) Jaksi = bunga
sejenis pohon pandan. Maknanya: Kesesuaian antara itikad/niat – ucapan dan
perbuatan (tekad – ucap – lampah)
p. Ujungberung
Artinya: > Ujung = akhir. >berung
> ngaberung = menurutkan hawa nafsu. Maknanya:Berakhirnya gejolak hawa
nafsu yang negatif.
q. Boeh Rarang
Artinya : > Boeh = kain
kafan. > rarang = suci, mahal. Maknanya: Semuanya akan berakhir bila
satu saat mau tidak mau harus memakai kain kafan yang suci, yaitu
datangnya waktu kematian mungkin secara fisik atau secara psikis.
r. Gunung Bukit Tunggul
Artinya
: 1) > Bukit = Bentuk gunung yang lebih kecil. > Tunggul =
pokok pohon. Maknanya: Siapapun orangnya, kaya-miskin, pembesar atau pun rakyat
kecil semuanya mempunyai pokok sejarah dirinya (leluhur). 2) Tunggul
> tutunggul = batu nisan. Maknanya setiap orang mempunyai
penanda jati dirinya, tentang apa dan siapa dirinya.
|
Artinya
> Burangrang > Bukit + rangrang. > rangrang = ranting.
Maknanya : Siapa pun orangnya tetap akhirnya akan ada sangkut pautnya dengan
keturunan dan masyarakat. yang pada gilirannya semuanya akan hilang ditelan
masa (ngarangrangan).
t. Gunung Tangkuban Parahu
Artinya:
>Tangkuban = tertelungkup, menelungkup. > Parahu = perahu. >
Gunung Tangkuban parahu = gunung yang bentuknya seperti perahu yang
tertelungkup. Maknanya: Dalam kosmologi Sunda, gunung dimaknai sebagai tubuh
manusia. Gunung Tangkubanparahu dimaknai sebagai manusia yang sedang
menelungkupkan dirinya dan itu menandakan suasana hati yang sedang bingung
penuh penyesalan.
u. Talaga Bandung
Artinya:
> talaga = danau, dimaknai sebagai kehidupan di dunia ini, >bandung
= 1) dua buah perahu atau dua buah rakit yang disatukan dan di atasnya dibuat
tempat berteduh. 2) bandung > bandung + an = memperhatikan, menyimak
> silih bandungan – saling memperhatikan dengan penuh perhatian.
Maknanya: > Talaga Bandung = Dalam kehidupan di dunia ini, kita
ibarat perahu yang dirakit berpasangan dengan sesama makhluk lain, seyogyanya
dapat membangun kehidupan bersama,
yaitu kehidupan yang saling memperhatikan, silih asih, silih asah dan
silih asuh, interdependency (saling ketergantungan yang harmonis),
equaliter (setara di depan hukum) dan egaliter (setara di dalam
kehidupan)
C. Manfaat
Materi
Dalam penulisan makalah ini dengan
materi yang bertemakan legenda Sangkuriang, pada umumnya manfaat yang bisa
dipetik dalam kehidupan harus saling memperhatikan, karena manusia merupakan
makhluk sosial yang saling ketergantungan satu sama lain. Karena kehidupan adalah ibarat seperti air
mengalir dalam perjalanannya akan mengalami beragam celupan kehidupan,
kebahagiaan, keprihatinan dan juga hal-hal negatif lainnya sebagai ujian
keteguhan hati. Jadi, kita harus menciptakan suasana hidup yang
harmonis, damai, aman dan tentram baik di lingkungan masyarakat maupun di dalam
keluarga.
D. Makna bagi Siswa Tentang Materi
Seperti yang sebelumnya sudah
ditulis di awal, bahwa sebuah legenda hanya bersifat mitos, akan tetapi bila dikaji
lebih dalam lagi ceritanya, banyak hal-hal yang bisa dipetik. Namun perlu
adanya pemamahan yang benar, akurat, tepat, dan juga berpegang pada pengetahuan
dasar. Untuk mendukung pengetahuan tersebut bisa mencari dan menggunakannya
sumber-sumber tertentu yang berkaitan dengan cerita tersebut, agar tidak adanya
pemahaman yang salah.
Sangat penting sekali bagi siswa
atau kaum pelajar sebagai generasi penerus yang ada di seluruh Indonesia terutama
siswa di Mts. Negeri Pandeglang II, untuk mempelajari dan mengkaji legenda
Sangkuriang. Selain bisa menambah wawasan ilmu pengetahuan dan pengalaman,
banyak manfaat yang bisa diambil sebagai pedoman hidup.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam mengakaji legenda sangkuriang
penulis akhirnya menarik kesimpulan tentang apa yang ada dalam materi tersebut.
Adapun kesimpulannya sebagai berikut :
1. Hermeunetika adalah ilmu menafsirkan
tentang sesuatu agar mempunyai arti dan makna, sehingga dapat dipetik
manfaatnya. Karena itu sangat bersifat subyektif dan inklusif,
tetap terbuka bagi siapa pun untuk memasukkan tafsirannya secara pribadi.
2. Bila kita runut seluruh informasi di
atas, maka akan ditemukan alur kearifan pandangan hidup masyarakat Sunda yang
terkandung dalam legenda Gunung Tangkuban parahu. Kearifan yang dibungkus
dengan cerita legenda ini dapat menjadi acuan hidup bagi siapa pun dalam
menjalani keberadaannya baik secara manusia lahiriah (fisik) maupun manusia
transendental (ruhi).
3. Setelah mengkaji legenda sangkuriang
didapatkan nama dan tempat serta aspek lainnya yang terdapat dalam legenda tersebut ialah; Sungging Perbangkara, cariang, babi hutan Si Wayungyang, Dayang
Sumbi atau Rarasati, anjing Si Tumang, Sangkuriang, taropong (torak), Wetan
(Timur), Kulon (Barat), Citarum, Sanghyang
Tikoro, Guriang, Gunung Putri, Gunung Manglayang, Ujungberung, kembang Jaksi,
boeh rarang, Gunung Bukit Tungggul, Gunung Burangrang, Gunung Tangkuban Parahu,
dan Talaga Bandung.
B. Saran
Dengan adanya makalah ini penulis
hanya bisa menyarankan kepada pembaca, khususunya bagi siswa Mts. Negeri
Pandeglang II dapat membangun
kehidupan bersama, yaitu kehidupan yang saling
memperhatikan, silih asih, silih asah dan silih asuh, kemudian ciptakan
suasana hidup yang harmonis, damai, aman dan tentram. Tidak lupa untuk terus
menggali ilmu pengetahuan di berbagai mata pelajaran, khususunya dalam mata
pelajaran bahasa Indonesia dan bisa mengkaji lebih dalam lagi sebuah cerita
legenda Sangkuriang.
|
Daftar Pustaka
Danandjaja,
James. 1986. Folkor Indonesia. Jakarta: Pustaka Grafitipress.
Ekadjati,
Edi S. 2001. Kamus Bahasa Naskah dan Prasasti Sunda Abad.
Ekajati,
Edi S. 1983. Naskah Sunda Lama Kelompok Babad. Bandung: Depdikbud.
Hidayat,
Suryalaga. 1996. Racikan Budaya Sunda. Jabar : Depdikbud Prop.
LBSS.
1975. Kamus Umum Basa Sunda: Tarate.
Satjadibrata,
R.1946. Dongeng-dongeng Sasakala. Jakarta: Balai Pustaka.
Wahyu
Wibisana. 1992. Sangkuriang Kabeurangan. Bandung: Mangle No. 1373.
Wellek,
Rene. Austin Warren. 1989. Teori Kesusastraan. Jakarta : Gramedia.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar